Hemat yang Mengorbankan Kualitas Pendidikan
Kebijakan efisiensi anggaran yang dicanangkan pemerintah pada awal 2025 membawa dampak yang langsung terasa di dunia pendidikan. Pemangkasan dana terjadi di hampir semua lini, mulai dari pendidikan dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. Nilainya mencapai puluhan triliun rupiah, sebuah angka yang tidak hanya mencengangkan tetapi juga menimbulkan kekhawatiran serius akan masa depan generasi muda.
Beasiswa yang selama ini menjadi penyelamat bagi mahasiswa kurang mampu berada di ujung tanduk. Program Kartu Indonesia Pintar Kuliah, yang setiap tahun membantu ratusan ribu mahasiswa untuk tetap melanjutkan studi, terancam dipersempit cakupannya. Tidak hanya itu, program pengembangan talenta seperti olimpiade sains internasional, beasiswa prestasi, dan pengiriman mahasiswa ke universitas ternama luar negeri mengalami pemangkasan tajam. Dari yang semula mampu membiayai ribuan penerima, kini jumlahnya menyusut hingga hanya menyentuh sebagian kecil dari total kebutuhan.
Pemangkasan juga merambah sektor riset. Banyak perguruan tinggi kehilangan dana untuk mengakses jurnal ilmiah, melakukan penelitian strategis, atau mengembangkan teknologi yang relevan dengan kebutuhan industri. Kondisi ini mengancam cita-cita untuk menjadikan universitas-universitas Indonesia masuk dalam jajaran kampus kelas dunia. Di sisi lain, pemotongan anggaran kerap disertai dengan alasan efisiensi, seakan-akan pengurangan dana tidak akan mempengaruhi mutu layanan pendidikan.
Kenyataannya, efisiensi yang dilakukan secara masif tanpa mempertimbangkan kebutuhan dasar justru memukul kualitas pendidikan dari hulu hingga hilir. Guru, peneliti, dan mahasiswa berada dalam posisi sulit, dipaksa untuk berinovasi dengan sumber daya yang semakin terbatas. Jika kondisi ini dibiarkan, kualitas pendidikan bukan hanya stagnan, tetapi bisa merosot jauh, meninggalkan luka jangka panjang yang sulit disembuhkan.