
Peluang Besar, Tantangan Lebih Besar
Pemerintah Indonesia tengah mengambil langkah ambisius dengan memasukkan pembelajaran kecerdasan buatan ke dalam kurikulum sekolah mulai tahun ajaran 2025–2026. Rencana ini mencakup semua jenjang, dari SD, SMP, hingga SMA dan SMK. Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menegaskan bahwa tujuan utama kebijakan ini adalah menyiapkan generasi muda yang mampu bersaing di era digital dan industri 4.0.
Pada tahap awal, pembelajaran AI dan coding akan mendapat alokasi waktu dua jam per minggu di tingkat SD dan SMP, sementara di tingkat SMA dan SMK bisa mencapai lima jam per minggu. Untuk sekolah yang belum memiliki fasilitas memadai, pemerintah merancang metode pembelajaran tanpa perangkat atau yang dikenal sebagai pembelajaran unplugged. Dengan cara ini, siswa tetap bisa memahami konsep dasar AI meski belum memiliki akses komputer atau internet. Materi yang diajarkan akan berkembang secara bertahap, dimulai dari pengenalan konsep dasar dan logika algoritmik di sekolah dasar hingga pemrograman sederhana dan penerapan AI di jenjang menengah.
Potensi dari kebijakan ini sangat besar. Literasi digital generasi muda akan meningkat, inovasi lokal bisa berkembang, dan kesenjangan pengetahuan teknologi dapat dipersempit. Namun di balik peluang ini, ada tantangan yang tidak bisa diabaikan. Kesiapan guru masih menjadi masalah utama, karena banyak tenaga pendidik yang belum memiliki kompetensi khusus di bidang AI dan coding. Infrastruktur pendidikan di banyak daerah juga belum memadai, mulai dari ketersediaan komputer, jaringan internet, hingga pasokan listrik yang stabil. Jika tidak diatasi, kebijakan ini berisiko hanya berhasil di sekolah perkotaan, sementara sekolah di daerah tertinggal justru semakin tertinggal.
Integrasi AI dalam kurikulum adalah langkah strategis yang layak mendapat dukungan. Meski begitu, keberhasilannya sangat bergantung pada pemerataan akses, pelatihan guru secara masif, dan pengawasan implementasi yang ketat. Tanpa itu semua, kebijakan ini dikhawatirkan akan menjadi sekadar proyek citra yang tidak memberikan manfaat nyata bagi seluruh pelajar di Indonesia.